MARKETING

Sosial Business

MEMBACA buku kedua Mohammad Yunus, Social Business (2010), mengingatkan saya pada kejadian di sebuah hotel butik di Ubud belum lama ini. Di hotel mewah milik keluarga Puri Ubud ini semua terlihat sempurna.

Dapat saya katakan inilah hotel terindah yang pernah saya singgahi. Tarifnya pun tidak terlalu murah untuk ukuran Bali: di atas USD450 per malam untuk vila satu kamar yang dilengkapi kolam renang. Di belakang vila mengalir air bening Sungai Ayung yang setiap hari diarungi sekitar 600 perahu karet arung jeram.Konturnya berupa jurang di tepi sungai yang menjorok ke bawah, pepohonan dan semak-semak yang tertata membuat kawasan ini kaya oksigen. Bagi tamu-tamu high class, apalagi yang mereka cari kalau bukan privacy? Tetapi kejadian di suatu siang itu cukup membuat semua pegawai hotel bingung. Entah apa yang terjadi,vila yang didiami sepasang tamu paruh baya terlambat dibersihkan.

Padahal sebelumnya hal ini tak pernah terjadi.Bagi tamu itu, untuk sebuah hotel butik pukul 11.00 kamar sudah harus kembali rapi. ”Saya belum pernah menghadapi kenyataan seperti ini,”tamu itu komplain. Dia tidak bisa menerima pelayanan yang menurutnya tidak memuaskan. Semua jawaban yang diberikan pihak hotel tidak membuatnya senang. Mereka adalah tamu penting yang biasa berlibur ke mancanegara. Bahkan untuk menginap di Bali mereka datang dengan jet pribadi. Jadi bisa diduga siapa mereka. Kalau mereka sampai berbicara di media atau menulis di blog,sudah pasti bisa berakibat buruk bagi citra hotel dan masa depan Ubud.Bagi saya sendiri pelayanan di hotel ini sudah lebih dari cukup.

Urusan Sosial

Amarah tamu penting itu akhirnya baru reda setelah ditemui pimpinan tertinggi,seorang muda yang juga dikenal sebagai penduduk di Desa Ubud.Tentu saja bukan karena jabatannya yang tinggi yang membuat tamu menurunkan ”tone”-nya, melainkan karena apa yang mereka bicarakan.

General manager muda itu menuturkan bahwa hotel ini dikelola oleh orang-orang desa yang seharihari bekerja menjaga kelestarian alam di Bali. Bila pagi mereka bekerja, menjemput tamu, mengangkat koper ke kamar, memasak, membersihkan kamar, sore harinya mereka berkesenian,menjaga kesucian air, memelihara tradisi, mengikuti upacara adat,ikut rapat di banjar-banjar,dan seterusnya. Perbincangan itu rupanya cukup menarik perhatian tamu itu yang lalu mengalihkan perhatiannya pada urusan lingkungan.Sikapnya cepat sekali berubah setelah mengetahui bagaimana hubungan antara sosial dan bisnis di hotel ini. ”Kalau di perusahaan Anda mungkin harus untung dulu baru berbagi lewat program-program CSR.

Bagi kami sebaliknya. Kami harus berbagi,melakukan CSR sekalipun belum untung,”ujarnya. Inilah yang membedakan social business dengan business ”as usual.” Dalam bisnis yang seharihari kita temui, orang bekerja keras dengan tujuan mengejar keuntungan. Dalam social business, seperti yang digariskan penerima Nobel Ekonomi Mohammad Yunus, orang berbisnis dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan sosial, mengurangi kemiskinan, memperbaiki mutu lingkungan, dan pendidikan rakyat. Tujuan itu kerap tak ada hubungannya sama sekali dengan bisnis. Bahkan Anda bisa saja mengatakan semua ini adalah urusan negara,bukan urusan Anda. Dalam paradigma business, kalau meraih untung tentu baik untuk berkontribusi sosial.

Di dalam social business bukan berarti harus untung dulu baru kemudian berbagi. Konsep maximization wealth yang Anda pelajari di fakultas ekonomi menjadi tidak penting bagi pemilik usaha sosial, namun penting untuk dibagikan kepada masyarakat. Mohammad Yunus sendiri bukanlah pengusaha biasa. Dia memang dikenal sebagai entrepreneur yang sukses dengan microfinance dan usaha telekomunikasi dengan pasar yang sangat luas (Grameen Phone) di Bangladesh.He is really a businessman. Tetapi kita semua tahu, tujuannya bukanlah mengejar personal wealth, melainkan public wealth. Di Ubud, ratusan vila mewah berkembang pesat, dibangun banyak orang dalam lima tahun belakangan.

Sebagian besar dibangun orang-orang kebangsaan asing atau orang-orang dari luar Bali. Tentu saja tidak semua pemilik hotel itu paham tentang nilai-nilai dan budaya Bali. Tetapi saya tahu persis,generasi pertama usahawan asing atau pendatang dari Jakarta yang masuk ke Bali sempat frustrasi saat mengatur jadwal kerja karyawan lokal yang jauh lebih mengutamakan kegiatan gotong-royong dan sosial di balai-balai adat dan banjar-banjar daripada masuk kerja kantor mengikuti jadwal resmi. Mereka lebih rela diberhentikan oleh kantor daripada dikucilkan adat. Waktu berjalan, lama-lama kedua belah pihak (pengusaha dan karyawan) menemukan titik temu. Hotel bisa bekerja dengan pelayanan prima,karyawan bisa tetap berkesenian dan berkegiatan sosial. Intinya sebenarnya cuma time management saja.

Di desa seperti Ubud,model social business jelas sebuah bentuk yangtidakdapatdiabaikandanmenjadi model yang penting bagi kita untuk mencari model seperti apa yang cocok untuk dikembangkan di Indonesia. Semakin tinggi segmen yang hendak dibidik, semakin penting perilaku sosial seorang usahawan. Maka mengapa tidak membuat social business saja dari awal.

Konsumen dan Warga Negara

Sebuah model baru dalam berusaha? Tentu saja saya tak bermaksud mengatakan model berusaha yang kita kenal telah berada di ruang yang salah dalam bentuk yang sudah tak sesuai lagi dengan kebutuhan. Namun perhatikanlah, siapa yang paling mampu memberikan kesejahteraan, negara atau dunia usaha? Perhatikan pula mana yang lebih berkuasa: konsumen atau warga negara? Sebagai warga negara kita hanya vote paling sering dua atau tiga tahun sekali. Tetapi sebagai konsumen, kita vote berkali-kali sehari dalam proses pembelian.

Pasti setahun dua tahun ini mulainya masih kecilkecilan. Tetapi ada satu hal yang saya pelajari, kegiatan yang skopnya terbatas ini ternyata mampu menginspirasi murid-murid kami. Sejumlah orang lalu mulai bertanyatanya bagaimana cara menggandakan gagasan ini. Ketika orang banyak merasa juga bisa melakukan hal ini, maka dia pun bisa bergulir menjadi besar, menjadi sebuah gerakan perubahan. Kalau itu bisa kita lakukan bersama, maka hidup kita akan menjadi lebih terang benderang. Saya kira social business akan menjadi model usaha yang menarik bagi Anda,Pembaca.

https://gusnur69.wordpress.com/2010/12/17/sosial-business/

 

Tinggalkan komentar